Resensi buku The Invasion Of Tearling karya Erika Johanse
Sosok
Pemimpin Tegas Dalam Diri Gadis Belia
Judul : The Invasion
Of Tearling
Pengarang : Erika Johansen
Penerbit : Mizan Fantasi
Cetakan : 1, Juli 2016
Dimensi : 592 hlm; 20,5 cm
ISBN :
978-979-433-956-5
Masalah di masa lalu, yang tak bisa diperbaiki,
pasti akan menjadi masalah di masa depan.(
Hlm. 568)
Masa
lalu, masa kini, dan masa depan adalah suatu hal yang saling terkait. Tak bisa
terpisah. Apa yang terjadi di masa lalu, pasti berpengaruh pada masa kini dan
masa depan.
Buku
bergenre fantasi karya Erika Jhonson ini menceritakan masa setelah
penyeberangan. Dari masa yang penuh dengan segala bentuk kecanggihan ke masa
awal. Kembali ke nol. Tempat di mana tak ada kecanggihan teknologi sedikit pun.
Orang-orang pada masa ini seolah kembali hidup ke masa abad pertengahan. Tentu
saja ini semua dimulai dengan perang dan pertikaian sebelumnya.
Adalah
Kelsea Relaigh, pemimpin sah kerajaan Tearling setelah masa penyeberangan yang
masih berusia sembilan belas tahun. Meski begitu mampu menghapus tirani dari
kerajaan yang menjajah kerajaannya selama berpuluh tahun. Tapi, bayarannya
sangat mahal.
Ratu
Merah, penguasa kerajaan adidaya Mortmesne berang karena tak lagi mendapat
upeti berupa budak dari Tearling. Dan karena itu juga, banyak kerajaan lain di
bawah jajahannya mulai memberontak. Dia memutuskan untuk menginvasi Tearling
agar kembali menurut. Juga agar negara yang lain punya contoh betapa buruknya
pemberontakan.
Di
tengah keadaan yang tak memungkinkan mereka untuk menang, Kelsea mendapat
penglihatan tentang Lily, perempuan bernasib mengenaskan dari zaman
pra-penyeberangan. Keadaan itu membuatnya tak lebih baik, karena dia tak bisa
mendapat benang merah antara dirinya dan Lily.
Kelsea
pikir masalahnya sudah cukup berat. Tapi dia salah. Masih ada iblis berbahaya
mengintainya. Iblis itu menawarinya bantuan. Dengan sebuah perjanjian berat.
Ketika
situasi makin genting, akhirnya Kelsea tahu keterkaitannya dengan Lily lewat
kedua permatanya yang sakti. Berkat itu pula, Kelsea sadar tindakan apa yang
harus dia ambil. Solusi atas masalah di masa depan, bisa jadi berasal dari masa
lalu. Dan dia melakukan apa yang telah dilakukan Lily sebelumnya. Mengorbankan
diri demi kesejahteraan rakyatnya. Menyerah untuk menang.
“Aku
tak ingin mati, Arlen, tapi aku rela mengorbankan nyawa demi orang-orang ini,
atau mereka demi aku. Itulah kenyataan, pengorbanan, tapi kau tak akan pernah
paham.” (Hlm. 332)
Dendam,
pada hakikatnya pasti akan menghasilkan kesengsaraan. Layaknya Ratu Merah yang
tak lain adalah salah satu keluarga Relaigh yang terbuang. Tak dianggap. Beliau
menaruh dendam pada ibunya. Bersumpah untuk menjadi yang terbaik hingga
melakukan persekutuan dengan iblis untuk menguasai dunia. Dia berhasil, tapi
ternyata tak pernah puas dengan hal itu. Sampai beratus tahun kemudian, dia
tetaplah anak yang tak dewasa. Takut terhadap bayang-bayang ibunya yang telah
mati.
Masa
lalu mungkin tak bisa dirubah. Tapi setidaknya bisa diperbaiki. Tidak
memelihara dendam, mungkin adalah kuncinya. Memaafkan. Mengikhlaskan.
Membiarkan hati bersih.
Ini
adalah buku yang banyak mengajarkan sikap kepahlawanan. Berani berkorban.
Seperti sikap yang dimiliki Kelsea. Bagaimana dia mengambil keputusan besar
dengan mengorbankan diri untuk rakyatnya adalah hal yang patut ditiru para pemimpin
pada saat sekarang yang seringnya lebih mementingkan diri pribadi daripada
orang banyak. Tapi, bukan hanya untuk para pemimpin. Untuk diri masing-masing
individu juga perlu. Kerja sama. Karena jika hanya satu pihak yang berkerja,
yang berani berkorban, keputusan itu hanya akan pincang.
Ada
cacat di buku ini berupa beberapa salah ketik yang sebenarnya tak menganggu.
Selain itu, buku ini sangat bersih.
Dan
yang terakhir. Ketegasan dan keberanian dalam mengambil keputusan adalah yang
terpenting dari semuanya. Tanpa itu, keputusan yang diambil tak akan
benar-benar bermanfaat.
Resensi buku The Invasion Of Tearling karya Erika Johanse
Reviewed by Aulia Maysarah
on
20.54
Rating:
Tidak ada komentar: